Tuesday, June 23, 2009

MOLEN Khas Bandung, Pisang Coklat + Keju




Nikmati lembutnya MOLEN khas Bandung dengan rasa keju dan coklat.
Molen dibungkus dengan box yang cantik, cocok buat hantaran dan oleh-oleh.

1 Box isi 10 molen panas nan lembut.

@ Box hanya Rp.20rb.

Melayani pesanan dalam dan luar kota.

Hubungi Afoe di 087830026578 or terangsaja@yahoo.com


sumber gambar > suroiya.multiply.com

Saturday, June 13, 2009

Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

bismillahirrahmanirrahim

Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

Oleh Anis Matta*
RASANYA PERBINCANGAN kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?

Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.

Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.

Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.

Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu? Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.

Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.

Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.

Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.

Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.

Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.

Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.

Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak. ***



*diambil dari buku Anis Matta: 'Menikmati Demokrasi' (cetakan 1, Juli 2002)

Monday, June 08, 2009

Apakah Nakbah itu?

bismillahirrahmanirrahim

Nakbah adalah suatu kata yang agak asing di telinga kita, telinga orang Indonesia, mungkin kita akan bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan nakbah itu?

Berbeda dengan telinga bangsa Arab, khususnya rakyat Palestina, kata nakbah sudah mereka kenal dan mereka pahami maknanya, bahkan kata nakbah tidak akan pernah dilupakan dalam perjalanan hidupnya dimanapun mereka berada.

Nakbah telah menjadi bagian dari sejarah bangsa Palestina, sejarah yang tidak boleh terulang lagi sampai kapanpun juga, sejarah yang sangat memilukan untuk dikenang, sejarah yang sangat menyedihkan untuk diingat kembali, sejarah kelam bangsa Palestina.

Di dalam Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia yang disusun oleh KH.Adib Bisri dan KH. Munawwir A. Fatah, Penerbit Pustaka Progresif, Surabaya, Cetakan Pertama, 1999, halaman 736, Nakbah diartikan dengan musibah, bencana, malapetaka.

Jadi, Nakbah dapat didefenisikan: “Suatu musibah, bencana atau malapetaka bagi rakyat Palestina yang disebabkan oleh kebiadaban teroris Israel sehingga mereka meninggalkan rumah dan kampung halamannya untuk hijrah menyelamatkan iman dan jiwa serta harta benda yang masih dimiliki”.

Pada saat itu, di era tahun 1948, tepatnya bulan April, rakyat Palestina dikejar, diburu, diteror bahkan dibunuh secara keji oleh gerombolan teroris Israel, sehingga mereka yang selamat mengungsi ke Libanon, Suriah, Yordania, Mesir, Yaman dan beberapa negara Teluk, sampai saat ini mereka tidak dapat pulang ke rumah, tidak dapat kembali ke kampung halamannya.

Akibat teror yang dilakukan gerombolan teroris Israel pada tahun 1948 menyebabkan 270 ribu orang terusir dan 530 desa Palestina hancur, rumah penduduk banyak yang rata dengan tanah, harta mereka dijarah, tanah dan perkebunannya dirampas. Hingga saat ini rakyat Palestina yang berada di luar tanah airnya dan berstatus sebagai pengungsi berjumlah sekitar 4.830 juta jiwa (50,55 %).

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. (QS:Al Hajj/22 : 40).

Walaupun peristiwa Nakbah sudah berlangsung 61 tahun, akan tetapi kisahnya sangat sulit dilupakan oleh rakyat Palestina khususnya, dan orang yang memiliki hati nurani serta akal sehat pada umumnya, karena begitu perihnya kekejaman yang dilakukan teroris zionis Israel kepada anak-anak yang tidak berdosa dan orang-orang tua yang sudah uzur.

Tanggal 9 April 1948, sekitar 35 hari sebelum berdirinya “negara Zionis Israel”, terjadi pembantaian yang sangat mengerikan di desa Deir Yassin. Tiga gerombolan teroris Zionis Israel, Haganah, Irgun, dan Stern Gang menyerang desa yang terletak di sebelah barat Baitul Maqdis atau Yerusalem. Lebih daripada 100 orang, baik pria, wanita, dan anak-anak dibantai secara sadis. Sebagian korban bahkan dimutilasi (dicincang) dan diperkosa sebelum dibunuh, ada 25 orang lainnya dari desa itu diarak hingga ke Yerusalem lalu dieksekusi.

Orang-orang Zionis Israel banyak berdatangan ke desa itu merampas dan merebut rumah serta tanah yang ditinggalkan pemiliknya karena telah dibunuh dan sebagian lainnya pergi menyelamatkan diri. Nama Deir Yassin diubah dengan nama Ibrani dan desa Palestina itu lenyap dari peta dunia dan tidak berbekas. Bagi rakyat Palestina, Deir Yassin adalah simbol hilangnya tanah kampung halamannya.

Warga Palestina Tiberius pada tanggal 18 April 1948 mengalami aksi teror yang serupa, penangkapan dan pembantaian yang dilakukan oleh gerombolan teroris Irgun pimpinan Menachem Begin, dia pernah menjabat Perdana Menteri Israel dari partai Likud (21 Juni 1977 - 10 Oktober 1983). Akibat aksi keji tersebut menyebabkan 5.500 orang rakyat Palestina, meninggalkan desanya, mengungsi menyelamatkan diri.

Tanpa ada perasaan letih, gerombolan teroris Israel terus melakukan teror dan tindakan sadis bahkan terhadap anak-anak yang tidak berdosa, maka sekitar 70.000 orang rakyat Palestina mengungsi meninggalkan tanah leluhurnya dengan perasaan sedih dan linangan air mata, akhirnya kota Haifa jatuh ke tangan gerombolan teroris Zionis Israel.

Gerombolan teroris Irgun terus melakukan teror, pada tanggal 22 April 1948, mereka membombardir fasilitas-fasilitas milik rakyat sipil di kota Jaffa, kota terbesar di Palestina pada saat itu, sehingga sekitar 750.000 orang rakyat Palestina ketakutan dan panik pergi mengungsi. Saat itu, dikota tersebut hanya tersisa sekitar 4.500 orang yang kondisinya sangat menderita dan pada tanggal 14 Mei 1948 gerombolan teroris Zionis Israel berhasil menguasai kota Jaffa

وَمَا لَكُمْ لاَ تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ﴿٧٥﴾

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluar­kanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”. (QS: An Nisaa / 4 :75)”.

Ya Allah lindungi saudara-saudara kami, umat Nabi Muhammad saw di Palestina dari berbagai macam malapetaka, berilah kesabaran kepada mereka dalam menghadapi setiap musibah. Amin.

H. Ferry Nur S.Si

Email : ferryn2006@yahoo.co.id

Website : www.kispa.org

Salurkan Infaq Peduli Al Aqsha

Ke Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Slipi

No. Rek. 311.01856.22 an Nurdin QQ KISPA


source : http://www.eramuslim.com/palestina-kita/apakah-nakbah-itu.htm