Showing posts with label adil. Show all posts
Showing posts with label adil. Show all posts

Saturday, June 13, 2009

Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

bismillahirrahmanirrahim

Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

Oleh Anis Matta*
RASANYA PERBINCANGAN kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?

Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.

Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.

Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.

Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu? Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.

Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.

Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.

Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.

Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.

Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.

Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.

Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak. ***



*diambil dari buku Anis Matta: 'Menikmati Demokrasi' (cetakan 1, Juli 2002)

Wednesday, January 09, 2008

Mukhoyam ( Bagian IV, Survival )

bismillahirrahmanirrahim

Semakin hari, mukhoyam Sapu Jaga ini menuntut kesabaran dan kreatifitas. Seperti hal nya ketika peserta tak mendapatkan jatah makan dari panitia. Hari-hari pertama, panitia selalu memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk rehat menikmati makan baik pagi, siang ataupun malam.
Bahkan di hari pertama, panitia berbaik hati menyediakan sarapan pagi berupa nasi putih+ gulai ayam, wuih ni'mati banget, meski nasinya sangat sedikit tanpa lauk lain....

Kali ini peserta yang berjumlah 20 kelompok diberikan masing² seekor ayam hidup. Ayam ini di lepas di belantara tempat kami berkemah. Setelah mengejar kesana-kemari, akhirnya para peserta tiap-tiap kelompok memperoleh ayam yang masih hidup, beberapa malah memperoleh lebih dari satu ekor sehingga kelompok kami cukup dengan mengambil hasil tangkapan kelompok lain yang lebih.
Lumayan, hemat tenaga.
Tadinya kami panik, khawatir tidak mendapatkan jatah ayam.

Panitia memberikan kebebasan kita untuk menikmati ayam itu, matang atau pun mentah.
Mereka hanya memberikan kecap sachet dalam ukuran yang sangat kecil. Alhamdulillah.
Untuk menu tambahan, panitia menyuruh kami mencari satu hewan dan 2 jenis tanaman.

Kelompok kami dan juga para peserta lain sigap berlarian menuju ladang dan sawah yang berada tepat di bawah belantara yang kami diami selama 3 hari.
Include me pun berlari kencang menuju kesana. Dalam benak, tak mau kalau kelompok kami harus kelaparan lantaran tidak mendapatkan tambahan menu.

Tiba di areal ladang, mata ini segera menebar pandangan, kalau-kalau ada hewan yang bisa ditangkap. Sepanjang waktu mengamati, tak ada hewan besar yang dapat ditangkap. Kalaupun ada binatang itu hanyalah capung, belalang, kupu-kupu, semut, dan binatang kecil lainya.

Ketika asyik berburu, tiba-tiba beberapa orang dari kelompok lain berlarian mengejar sesuatu. Ternyata mereka berlarian mengejar belalang, tak banyak berpikir kami pun melakukan hal sama, menangkap belalang. 18 ekor tertangkap. Memasukannya ke dalam plastik kecil yang kami bawa. Kami juga memetik beberapa daun muda seperti talas, tanaman jambu, daun wortel, dan buah tomat dengan ijin terlebih dahulu ke pemiliknya.

Kami segera kembali melaporkan hasil buruan kepada panitia. Menyebutkan nama dan asalnya. Kami diharuskan memakan semua hasil buruan. Wah......

Oh yah, ayam yang telah kami tangkap sekarang sudah bersih dari bulu² dan kotorannya. Salah satu teman kami membawa pisau tajam yang memang disiapkan dari rumah untuk keperluan mukhoyam. Berguna dong.

Tak disangka beberapa anggota kelompok kami, juga membawa korek apik, garam, sambal kecap, dan saus cabe. Subkhanallah. Kayaknya mereka telah berpengalaman survival.

Ayam kemudian di bakar 20 menit, bagian luar terlihat telah matang. Aroma sedap dari daging ayam yang terpanggang memenuhi sekitar tempat pembakaran. Asap mengepul ke atas, menghilang disapu angin.

Kami berkumpul di sebuah tanah berumput yang agak datar. Ayam bakar, 18 ekor belalang, dan daun-daun muda ditempatkan di tengah-tengah kami yang duduk melingkar.

Sementara itu, seorang panitia menghampiri kami. Dia bertugas mengawasi dan menilai hasil olahan kami. Dan yang lebih penting bagaimana cara kami menghabiskan semua menu di atas secara syar'i.

Mula-mula saya tertawa senang. Senang karena hari itu kami tetap makan, yah makan ayam bakar dan segala menu pelengkap lainnya. Mendadak wajah ini pucat, badan gemetar dan mata hampir berkaca-kaca ketika panitia menyuruh setiap peserta memakan satu ekor atau lebih belalang yang sudah ditangkap sebelum merasakan kelezatan ayam bakar.

Sungguh ini adalah keadaan yang sangat sulit bagi saya. Sejak dahulu saya belum pernah makan belalang. Jangankan belalang, udang goreng saja saya harus merem-merem karena menyamakan seperti belalang. Apalagi ini belalang beneran, masih hidup, loncat-loncat dan berwarna coklat. ASLI SERAM.

Perjuangan Menyantap Belalang

Semua teman-teman memberikan support agar saya bisa memakan belalang yang kini sudah berada di antara apitan jari telunjuk dan ibu jari. Saya perhatikan bentuk tubuh belalang ini, tetap seram dan seram. Panitia yang dari tadi standBy menyuruh saya segera memakan dan mengunyahnya. Teman-teman simpati, memberikan air teh manis dan air putih kepada saya.

" Ayo akh, masukan dan langsung kunyah biar tidak loncat-loncat di dalam mulut " salah satu teman saya berseru.

Dengan mengucapkan basmalah, saya pencet belalang "lezat" ini. Memasukannya ke dalam mulut dan segera menelannya. Saya tak sanggup mengunyahnya. Sungguh tak sanggup.

Santap Ayam Bakar

Sekarang giliran kami menikmati ayam bakar. Ayam yang dibakar denga kayu-kayu pinus, daun pinus dan sedikit kertas koran bekas sajadah sholat cukup lezat. Kami begitu meni;matinya. Mungkin karena sejak pagi kami tak mendapatkan sarapan dan makan. Bagian dalam ayam bakar itu terlihat masih merah tanda proses pembakaran tidak sempurna. Mentah, bahkan beberapa bagain kecil lain ada darah. Tetap lezat.

Saturday, January 05, 2008

Mukhoyam ( Bagian III, Teori Ilmu kesehatan & Sekilas tentang Mukhoyam)

bismillahirrahmanirrahim

Ikhwah fillah, mari kita lanjutkan perjalanan mukhoyam.
Alhamdulillah pagi ini kita sudah memasuki bagian III, semakin hari semakin berat saja tantangannya.
Semoga Alloh memberikan kekuatan pada kita. La Khola Wala Quwwata Ila Billah.

Bagian III ini memang tak banyak menyita energi untuk bergerak, lantaran agendanya adalah tasmi' (mendengar) dan menulis ringkasannya.
Namun demikian, justru pada session ini banyak ikhwah yang kelimpungan juga. Agenda sebelumnya yang telah menguras tenaga membuat 90 % peserta merasakan "dimanjakan" dengan agenda teori.

Kami duduk di bawah pepohonan yang rindang, di depan seorang muwajih (narasumber) bidang kesehatan. Sebut saja salah satunya dr. Dodi. Beliau kini lebih aktip di bidang Herba Penawar Alami ( HPA ).
Beliau condong kepada kesehatan alami/ non kimia ( sintetis, tiruan) dari pada harus menjaga kesehatan dengan cara-cara obat kimia.
Beliau juga menyarankan agar kita semua kembali kepada alam ( back to nature ). Menggali kembali pengobatan metode Rasulullah yakni bekam.

Pada saat sessi diskusi/tanya jawab, beberapa peserta menambkan agar kita tidak terlalu sering bahkan jika perlu tidak menggunakan sama sekali tas plastik (kresek : jawa) berwarna hitam. Menurutnya tas plastik warna hitam itu dihasilkan dari pengolahan plastik-plastik bekas aneka warna dengan kadar karbon yang tinggi. Sangat membahayakan bagi kesehatan manusia jika mengkonsumi makanan dengan bungkus plastik tersebut.
Di dalam masyarakat kita, memang lazim menggunakan tas plastik warna hitam untuk makanan, bahkan makanan berkuah seperti mie pangsit, ketupat sayur, dll.
Tas plastik ini memang ringkas namun berbahaya jika terurai oleh panas makanan yang menyebabkan zat kimia kandunganya melekat di makanan dan masuk ke dalam tubuh kita. Ternyata tubuh kita belum mampu menguraikan zat itu.

Ikhwah fillah

Materi berikutnya adalah tentang sejarah dan nilai kegiatan Mukhoyam oleh seorang panitia (afwan, lupa namanya).
Berdasarkan kurikulum tarbiyah, maka mukhoyam masuk ke dalam wasail tambahan. Meski tidak masuk dalam wasail tarbiyah utama, khusus daerah Jawa Tengah mukhoyam wajib dikerjakan satu tahun sekali.

Mukhoyam yang bertujuan untuk membugarkan para aktivis dakwah rencananya akan semakin ditingkatkan materi dan pematerinya.
Bulan Agustus 2008 mendatang, insya alloh mukhoyam akan dilaksanakan di Nusakambangan dan Kepulauan Karimunjawa.

Friday, January 04, 2008

Mukhoyam ( Bagian II, Warming Up)

bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum...
Ayyuhal ikhwah, berjumpa kembali dengan Afoe. Hari ini Afoe akan menyampaikan kisah petualangan Mukhoyam Sapu Jagad bagian ke II.
Bagian II ini merupakan warming Up bagi para peserta. Seru, ramai, lelah, namun menyehatkan dan menyenangkan.

Pada bagian I, Afoe sampaiakan bahwa teman² Kota Tegal berhasil tidur diatas rumput belantara.
Kami segera terjaga setelah mendengar seruan adzan Shubuh. Semua peserta berlomba mengerjakan sholat Shubuh berjamaah. Yup, berjamaah di tengah belantara yang mulai terang oleh fajar.
Inilah salah satu point yang Afoe sukai. Meski dalam keadaan sulit, jauh dari keramaian, minimnya fasilitas para ikhwah tetap mengutamakan sholat, berjamah lagi. Catat yah ! Kalau ada kegiatan ikhwah yang meninggalkan sholat, tinggalkan saja kegiatan itu!

Belantara mulai terang oleh fajar, entah matahari ada disebelah mana? Arah barat dan timur pun belum yakin kemana?
Rimbunnya poho pinus dan tumbuhan lain membuat sinar matahari terhalang.

Para ikhwah berkumpul di sebuah tanah lapang, dengan ukuran 75 meter x 25 meter dengan sebagian tekstur tanah berbentuk gundukan memanjang.
324 peserta mukhoyam sapu jaga bertatp muka disana.
Semakin siang, belantara semakin terang, sinar matahari yang tadi pagi seperti enggan muncul kini membasuh tubuh kami dengan hangatnya. Oh... sungguh kali ini kami tersadar akan kebesaran dan keni'matan dari Alloh berupa sinar matahari yang sering kami abaikan.

Wajah-wajah khas para ikhwah terlihat jelas. Senyum tulus, guratan perjuangan di wajah menandakan bahwa ikhwah ini adalah para aktivis yang tak kenal lelah.
Yang berbeda adalah logat bicara dan bneberapa jenis kulit, dan ras lainnya. Namun perbedaan ini lebur dalam kesatuan aqidah Islam, menyatu dalam satu perjuangan menegakkan kalimatullah.

Kami dibagi menjadi 20 kelompok dengan masing-masing kelompok diisi ± 16 orang oleh panitia.
Sementara itu, teman² Kota Tegal yang berjumlah 6 orang harus rela dikorbankan menadi 2 bagian. Bagian pertama ikut kelompok Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal, sedangkan sisanya dua orang ikhwah ( Afoe & Rozak ) bergabung dengan kelompok Grobogan, purwodadi, dan Pati. Asyik banget dapat silaturahim dengan ikhwah luar kota.

Panitia memberikan kesempatan para kelompok untuk memilih ketua, menentukan nama dan yel². Berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh panitia, nama kelompok haruslah berhubungan dengan bahan bangunan.
Maka dari itu kelompok kami menamakan diri Talang, seorang ikhwah dari Pati dipilih menadi ketua Talang.
Kami juga membuat yel-yel singkat, berikut yel-nya :

" Air mengalir lewat Talang....... (Talang)" 2x
" Kalau tiada Talang 2x
" Rumah Anda....kebanjiran "

Agenda berikutnya, panitia memberikan nomor kapling kepada semua kelompok. Talang mendapatkan kapling nomor 11.
Setelah mencari-cari letak kapling 11, kami segera membangun tenda pivate dari jas hujan yang dibawa masing-masing peserta. Kapling ini memang menuntu kemandirian dan kreatifitas tiap peserta.
Jas hujan yang kecil (bentuk batman) harus bisa dijadikan tempat istirahat (tidur,dll).
Hasilnya? Banyak yang hanya menggelar jas hujan miliknya menjadi alas duduk, seperti itu pula yang dilakukan Afoe dan sebagain besar kelompok Talang.
Kami meletakkan semua perbekalan baik yang sudah masuk di dalam tas ransel ataupun yang dijinjing dengan tas plastik ( kresek).

Peluit pendek-pendek berbunyi, pertanda semua peserta harus berkumpul di tanah lapang tadi. Tanah lapang ini akhirnya menjadi pusat pertemuan peserta.
Kami bergegas menuju lapangan. Laksana harimau yang memburu mangsa, berlari kencang.
Kali ini semua peserta telah sampai lapangan sebelum hitungan 10 dari panitia selesai.

Kami melakukan kegiatan Apel pertama dilanjutkan peregangan badan yang dipandu oleh KORSAD ( Koorps Satuan Tugas Pandu Keadilan ).
Wuih.....asli meregang otot-otot di badan ini. Bagi para ikhwah yang tidak biasa olahraga makan pegal-pegal akan langsung terasa.
Mukhoyam ini bertujuan untuk mendapatkan produk-produk ikhwah dengan jasmani yang BUGAR.
Sekitar 20 menit peregangan badan dilakukan.

Warming Up
Kami ditugasi untuk melintas perbukitan di sekitar lokasi mukhoyam yang berjarak ± 5km dengan lari. Rute yang berkelok-kelok serta naik turun membuat peserta banyak yang kelelahan di 10 menit pertama. Selanjutnya antum tahu sendiri..... ( para ikhwah banyak yang jalan kaki, tak kuat dengan rintangan yang ada).
Terlebih para ikhwah yang tidak mengikuti persiapan mukhoyam dan tidak biasa olahraga.

Meski demikian, tidak kurang dari 45 menit semua peserta bisa mencapai finish. Afoe sendiri berhasil menemui finish di menit 33,32 menit.
Keringat bercucuran, kaki panas mambara karena berlari diatas jalan beraspal, kepala pening, mata berkunang-kunang, jantung berdetak kencang, tenggorokan haus luar biasa, perut lapar tak terkira.
Subkhanallah, panitia mukhoyam memang cerdas. Mereka mengajak kami berlari-lari agar lapar meningkat, sehingga sarapan pagi bisa lahap.
Benar saja, usai lari-lari menyusuri jalan berbukit, kami sarapan pagi. Ni'mat, lezat, gurih, dan enak. Nasi putih dipadu dengan ayam gulai. Sedikit namun ni'mat, kelihatanya karena kelaparan yang menyergap seluruh peserta.
Kami rehat sejenak menanti agenda yang telah dirancang panitia.

Thursday, January 03, 2008

Mukhoyam ( Bagain I, perjalanan ke lokasi)

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamulaikum ikhwah f illah semuanya. Kali ini Afoe ingin menyampaikan sebuah perjalanan yang cukup indah.

Tegal, Sabtu, 22 Desember 2007Pukul 20.30, Afoe dan rombongan Kota T egal meluncur menuju sebuah lokasi perkemahan.
Berdasarkan informasi lokasi ini berada di kaki dan lembah gunung Merbabu Kabupaten Semarang.
Kami menggunakan mobil jenis Avanza yang dipinjam dari salah seorang pejabat.
Alhamdulillah perjalanan yang panjang ini cukup nyaman dengan fasilitas mobil baru nan bersih.
Rute yang kami laluli dimulai dari : Kota Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang, dan berhenti di pondok pesantren Sabilul Khoirot Solotigo.
Di ponpes tersebut, kami bertanya seputar rute berikutnya agar dapat sampai ke lokasi dengan aman dan selamat.
Alhamdulillah disana, sudah ada 2 orang panitia yang bertugas menunggu para peserta dari luar kota.
Nampak sebuah mobil berwarna biru dengan merk sama dengan yang kami tumpangi.

Perjalanan berikutnya, kami dipandu oleh panitia yang menggunakan motor tril. Pemandu membawa kami menyusuri jalan setapak yang cukup lebar dan halus.

Dalam hati ini kami bergumam : " sungguh pemimpin di daerah ini sangat bijak." Jalan-jalan sudah di aspal halus, bak jalan tol pusat kota saja. Alhamdulillah.

Jalanan setapak ini terkadang naik, turun, terkadang lurus dan tidak sedikit harus berkelok-kelor seperti ular. Beberapa ruas diantaranya memiliki 3 rintangan : naik, berkelok, dan berupa jembatan.

Pukul 03.15 WIB, kami sampai di sebuah jalan menikung. Disana sudah ada mobil² yg parkir berderet. Jika diperhatikan mobil² itu rasanya sudah lama ada disana.

Kami ber-6 turun dari mobil, mendekati orang-orang-panitia yang menunggu.

Instruksi pertama yang Afoe dengar adalah : berjalan menyusuri jalan setapak ( lebar nya 15 cm), kemudian mencari tempat untuk tidur.

Segera kami ber-6 berjalan menyusuri jalan setapak yang berada tepat di depan kami. Pelan-pelan kaki ini melangkah. Hanya cahaya cakrawala dari langit yang menuntun kami. Alhamdulilah, beberapa teman membawa senter yang semakin memudahkan penyusuran ini.

5 menit kemudian, kami melihat banyak cahaya-cahaya merah seperti api menempel di pepohonan sekitar jalan setapak. Kami berhenti sejenak. Mata kami memperhatikan cahaya itu. Yah, cahaya itu berasal dari lampu badai yang di pasang di dahan-dahan pohon.

Mata kami juga menangkap bayang-bayang hitam yang terdiam dibawah pohon² itu. Tak lama kemudian kami menebar pandangan. Ada lebih dari 20 cahaya lampu dengan bayangan hitam dibawahnya.

Kami mendekati salah satu cahaya lampu itu. Bayangan hitam semakin jelas terlihat. Semakin dekat dan dekat. Bayangan hitam itu ternyata segerombolan peserta yang sudah terlebih dahulu hadir di lokasi Mukhoyam dan terlebih dahulu tidur.

Kami menggelar karpet berwarna biru dibawah sebuah pohon pinus. Kami pun menyalakan lampu badai dan menggatunggkan di dahan pohon pinus. Mata ini berusaha terlelap, meski hati masih bertanya. Dimanakah ini?

Bisakah kami tidur di belantara nan gelap ini? Amankah dari binatang buas? Dll...

Setelah pikiran dan hati berpikir, kami tidur juga.

......

Adzan shubuh terdengar sayup-sayup. Entah dari mana asalnya. Belantara yang pekat ini mulai ramai dengan hiruk pikuk para ikhwah yang akan sholat Shubuh.

Rasanya baru saja tidur, sudah harus bangun lagi. Mungkin karena kami terlembat datang, sehingga waktu rehat sangat sedikit. Resiko.