Friday, February 02, 2007

Hakikat Keimanan

Bismillahirrahmanirrahim

Ketika Rasulullah Muhammad SAW berjumpa dengan sahabat Abu Al Arits, beliau bertanya : " Kaifa asbahta?"
"Bagaimana keadaanmu pagi hari ini?"

Lalu Abu Arits menjawab :" Asbahtu munkminin Haqiqon".
" Pagi ini saya dalam keadaan iman yang hakiki".

Rasulullah melanjutkan pertanyaannya : " Setiap sesuatu ada hakikatnya, dan perkataanmu bahwa engkau dalam keadaan iman yang hakiki, itu apa hakikatnya? apa buktinya? "

Abu Al Arits menjawab : " Hari ini saya tidak begitu berhasrat terhadap kenikmatan² dunia, saya melihat batu dan emas adalah sama. Malamnya saya bermunajat pada Alloh SWT, qyamulail, dan berdzikir, sedangkan siangnya saya menahan diri dengan puasa."

Hakikat keimanan adalah dekat dengan Alloh dengan melakukan ibadah padaNya

Berani Mengakui Kesalahan dan Bertaubat

bismillahirrahmanirrahim

Maha Suci Alloh Yang telah menciptakan alam beserta isinya dengan sempurna.
Maha Suci Dia yang telah mengutus Muhammad SAW kepada kita semua.
Semoga senantiasa tercurah salam dan sholawat atas Rasululllah.
Juga kepada para sahabat, keluarga, dan orang-orang yang senantiasa istiqomah berdakwah dalam jamaah yang rapi.

Mari beristighar bersama

“Astaghfirullahaladzim…..”. Layaknya Rasulllah yang tidak kurang dari 70 kali dalam sehari.

Padahal beliau adalah manusia yang Alloh jaminkan bebas dari dosa dan dibersihkan dari kesalahan, karena Rasulullah langsung ditarbiyah oleh Alloh.

Ikhwah Fillah Rakhimakumullah

Telah diciptakan oleh Alloh makhluk berupa manusia yang terdiri dari berbagai suku, ras dan bangsa.
Diantaranya adalah kita. Yup KITA diantara ciptaan Alloh.
Manusia adala tempanya salah dan dosa, sehingga pantaslah segera melakukan perbaikan-perbaikan manakala terjadi kekhilafan.

Kekhilafan bukan untuk ditutupi, tapi mari akui.
Sebuah kesalahan baik besar atau kecil adalah sebuah kemestian dari manusia.
Manusia terbaik adalah yang melakukan kesalahan kemudian bertaubat.
Tidak hanya mengakui akan kesalahan-kesalahan yang diberbuat, namun dengan sesungguh hati ikhlas menerima sanksi atau hukuman.

Hukuman yang diberikan adalah sebagai konsekuensi akan kesalahan yang diperbuat, tentu saja hukuman itu adalah adil berdasarkan syariat Alloh dan adil. Sedangkan bagi yang berwenang memberikan hukuman tidak diperkenan semena-mena, karena akibatnya tentu saja panjang. Baik di dunia maupun akhirat.

Hukuman ini juga hendaknya membuat jera, dan hati² bagi pelaku kesalahan dan ummat lainnya untuk tidak melakukan lagi. Meski tidak menutup kemungkinan hukuman yang diberikan masih berpihak pada rasa belas kasihan dan sayang.
Insya Alloh, kita berlindung kepada Alloh dari mengulang kesalahan-kesalahan fatal.

Keikhlasan men erima sanksi atas kesalahan merupakan salah satu bentuk taubat, hingga Alloh memberikan ampunan-Nya.

Sanksi yang diberikan hendaknya bukan untuk menyurutkan perbaikan-perbaikan diri seorang ikhwah.
Jangan sampai karena sanksi, sang Ikhwah malah kabur, bersembunyi dan menjadi naudzubillah bergabung dengan kebathilan.

Ikhwah fillah.

Dalam sebuah kisah teladan, dimana seorang wanita(Ghomidiyah, cmiiw) yang datang kepada Rasulullah kemudian menyampaikan bahwa dirinya telah hamil diluar nikah-zina.

Kemudian Rasulullah memerintahkan wanita itu untuk menunggu kelahiran dan memeliharanya hingga masa disapih-tak disusui lagi-.

Hingga bayi dalam kandungan lahir, disusui dan sampailah pada masa sapih (± 2 tahun).
Kemudian wanita itu datang kembali pada Rasululullah.
Wanita itu dirajam hingga meninggal.
Dalam peristiwa itu, terucap dari lisan Rasulullah Muhammad SAW, wanita ini dijamin Alloh masuk surga.

Subkhanallah. Allahu akbar !!!

Dapat kita ambil ibroh bersama, bahwa berani mengakui kesalahan dan bertaubat dengan kesungguhan hati, Insya Alloh akan mendapatkan pengampunan dari Alloh SWT.

Thursday, February 01, 2007

Jatuh Cinta setiap hari

bismillahirrahmanirrahim

Setiap hari aku merasakan hangatnya cinta dan kasih sayangnya. Setiap pagi aku mendengar panggilannya yang lembut. Aku hidup bahagia dalam pelukan cinta dan perhatiannya.
Ia tak pernah melukai hatiku, walau terkadang tanpa kusadari telah membuat hatinya terluka. Tapi goretan luka itu tak pernah ku lihat membekas dalam pancaran matanya yang penuh kasih sayang, dalam untaian kata katanya yang sopan dan dalam genangan air mukanya yang selalu jernih.
Tak heran bila aku tak sanggup lama lama berjauhan darinya. Tak heran bila aku merasa sulit untuk berlepas darinya.
Siapakah ia…?
Siapa lagi kalau bukan seorang wanita yang telah menyerahkan pengabdian hidupnya padaku. Seorang manusia yang dengan rela menerima segala kekurangan dan kelemahanku. Seorang wanita yang akan melahirkan untukku pejuang pejuang agama yang akan kudidik dengan tanganku.
Ia adalah isteriku tercinta yang telah kunikahi sejak 3 tahun yang silam. Kami menikah dalam usia yang masih muda. Umurku berjarak 4 tahun lebih tua darinya. Saat ini aku masih kuliah begitu juga dengan dirinya.
Dahulu, ketika melamarnya ada rasa bimbang yang bergantungan di taman hatiku. Apakah wanita yang kupilih dan kurasakan kemantapan setelah istikharah akan dapat membahagiakan diriku? Pertanyaan ini sering muncul dalam benakku.
Wajar memang karena ia masih kecil, belum memiliki bekal yang cukup untuk menyandang title sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga. Apalagi jiwa mudanya masih ingin berpetualang di arena kehidupan. Ingin terbang ke seluruh tempat, menyusuri lorong lorong waktu dengan membawa keinginan keinginan yang dinyanyikan jiwanya.
Tapi, semuanya kurasakan berubah setelah menikah. Apa yang aku khawatirkan dahulunya sangat jauh dari yang kudapatkan. Aku tidak pernah merasa terbebani dengan pernikahan. Aku semakin bahagia, hidupku semakin lebih terarah. Aku menjadi lebih bersemangat mewujudkan masa depan. Aku menemukan sebuah ketenangan yang selama ini kucari, sebuah kasih sayang tulus, sebuah belaian cinta yang lembut, sebuah ombak ombak kemesraan yang selalu bergerak dalam jiwaku.
Isteriku pandai menyenangkan hatiku. Ia pandai menghiburku. Aku tahu ia belum sempurna. Tapi hal itu terasa tak bermasalah bagiku.
Aku merasakan teguran lembutnya sudah cukup memberiku semangat, aku merasakan perhatian yang ia berikan sudah cukup memberiku kekuatan untuk menghadapi segala persoalan hidup. Aku pun merasa ringan ketika ia begitu sabar dengan segala keterbatasan dan kekurangan diriku.
Aku sangat bersyukur pada Allah yang telah mempertemukan kami. Semoga ini akan kekal hingga ke akhirat nanti.

Amin

dapat dibaca di : http://www.eramuslim.com/atc/oim/45bfde9a.htm