Monday, February 18, 2008

Menyayangi Kucing

bismillahirrahmanirrahim
Ikhwah Fillah, gimana kabarnya? Moga tetap semangat dalam dakwah ilalallah. Amin.
Sebuah kisah yang insya alloh pantas disampaikan pada antum semua. Semoga kisah dibawah ini mampu diambil manfaatnya. Paling tidak untuk hiburan dan pengayaan khasanah kisah. Berikut kisah selengkapnya ...

Seorang anak sebutlah namanya Putri. Dia adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Manja dan tingkah lakunya wajar seperti anak-anak yang lain. Hanya satu perbedaan yang menonjol yakni dia begitu menyayangi kucing.
Kesayanganya pada kucing menyamai rasa sayang pada saudara-saudaranya sendiri. Merawatnya, memberi makan, memandikan, menyiapkan tempat tidur. Sesekali memberi tambahan gizi dengan susu sapi cair. Persis seperti memelihara seorang bayi.
Mungkin jika keadaan ekonomi keluarga Putri berada, dia akan berlebihan dalam merawat kucingnya. Oh yah kucing kesayanganya bernama tuti. Tuh kan....pakai nama orang, seperti meyakinkan pada kita bahwa dia menyayangi kucing seperti menyayangi manusia.

Tuti kini telah tumbuh dewasa, bersamaan dengan keremajaan Putri.
Sebagai bukti tuti dewasa adalah perutnya yang mulai membuncit.
Rasa Putri terhadap tuti semakin menjadi-jadi saja, tat kala tuti melahirkan anak-anaknya sebanyak 3 ekor. Lucu dan bersih seperti tuti.
Mereka merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Putri memperoleh sahabat (saudara) baru dari anak-anak tuti.
Putri memang remaja yang rajin. Setiap pagi dia mengurus keluarga tuti. Membersihkan tempat tinggal tuti dan anak-anaknya.
Ketika siang hari, Putri mengajak kucing-kucingnya bermain di beranda rumah. Bola-bola kecil menjadi permainan sederhana. Akrab sekali.
Anak-anak kucing yang semua kecil dan penakut, kini tumbuh menjadi remaja dan nampak semakin lucu.

Hilangnya 3 anak tuti
Di sebuah sore yang mendung, Putri nampak muram dan kebingungan. Dia mau makan siang dan belajar Les private. Putri berjalan kesana-kemarin seperti mencari-cari sesuatu.
Ternyata dia sedang mencari anak-anak tuti. Sejak p ulang sekolah hingga sore menjelang, Putri tak melihat dan mendengar suara anak-anak tuti.
Wajah putri semakin mendung seperti langit di atas rumahnya. Matanya berkaca-kaca. Dia menangis sedih.
Sedih karena mengkhawatirkan keadaan anak-anak tuti. Dimana mereka, sedang apa mereka, apakah mereka sudah makan? dan semua ketakutan yang terlintas di benak Putri.

Putri bertanya kepada emaknya dengan mata yang berurai air mata. Sayang emaknya pun tak tahu keman perginya si anak-anak tuti. Putri menyendiri di kamarnya. Hanya tangisan yang terdengar.

Hunting anak-anak tuti
Sudah seminggu anak-anak tuti belum ditemukan. Putri terus saja menangis hingga air matanya kini tak bisa menetes lagi. Dia meminta pada Emaknya untuk mencari.
Emaknya yang sangat sayang kepada anak sulungnya menuruti. Dia mengeluarkan sepeda tuanya, berkeliling kampung mencari anak-anak tuti. Dibelakangnya Putri membonceng sedih.

Sepeda tua berjalan pelan, menyusuri setiap lorong kampung. Sepeda tua itu sesekali berhenti ketika melihat kucing yang melintas dengan harapan mereka adalah anak-anak tuti yang hilang.
Hari semakin siang, namun Emak dan Putri belum berhasil menemukan anak-anak tuti. Mereka kelelahan dan pulang ke rumah.

Kenapa anak-anak tuti bisa hilang?
Pagi ini adalah hari ke delapan anak-anak tuti hilang dari rumah. Emak dan Putri berencana akan mencari ke kampung sebelah. Mereka bersiap-siap, membawa perbekalan minum dan makan sederhana agar tidak leparan di tengah jalan. Emak mengeluarkan sepeda tuanya. Putri berjalan gontai mengikuti Emaknya.
Tiba-tiba Putra ( kakak tertua Putri) berlari mendekati Emak dan Putri yang telah siap mencari anak-anak turi yang hilang.
"Mak, maaf. Kemarin aku yang membuang anak-anak tuti. Aku membuangnya karena mereka masuk ke kamarku bahkan tidur dikasurku. Aku tak mau mereka mengotori kasurku lagi, makanya aku buang mereka ke pertigaan jalan di pinggir kampung. Maaf Mak, maaf Putri." Kalimat Putra ini menghentikan langkah Emak. Putri pun menjadi merah wajahnya. Dia turun dan mengejar-ngejar kakaknya itu.
Mereka kejar-kejaran, meski Putri tak sanggup menyamai kecepatan kakak laki-lakinya itu.
"Putri ! sudah. Ayo kita cari lagi anak-anak tuti. Kasihan mereka sudah lama tak berada di rumah". Sergah Emak kepada Putri yang emosi dengan kalimat kakaknya.
Putri terpengaruh dengan ajakan Emaknya. Dia segera memboceng sepeda tua milik Emaknya. Mereka meluncur ke pinggir kampung.

Anak-anak tuti ketemu :(... :)...:)...:) ...:(
Kali ini sepeda yang lebih tua usianya dari Emak berjalan cepat. Pertigaan terakhir dari kampung Putri menjadi tujuan utama. Mereka tak mempedulikan dengan lalu-lalang warga kampung.
Putri memeluk erat badan Emaknya agar aman dari jatuh. Kepalanya menyempul di balik badan emaknya. Menatap tajam ke arah pertigaan yang mulai nampak meski masih jauh.
25 menit kemudian mereka sampai di pertigaan terakhir kampung. Suasana sepi. Mungkin karena terletak di ujung kampung sehingga sedikit sekali orang-orang yang melintas. Kalau pun ada hanya beberapa orang yang hendak pergi ke sawah dan hutan.
Emak dan Putri turun. Sepeda tua disandarkan pada sebuah pohon kelapa yang berada ditepi jalan. mereka segera menebar pandangan.
Berjalan mengelilingi pertigaan. Nampak beberapa gerobak dan tempat jualan berada disana. Jika malam tiba, pertigaan di ujung kampung ini memang rame. Ada yang berjualan nasi goreng, lamongan, es dan beberapa warung makan dan sayur. Kecuali libur, tempat ini sepi di pagi hari.

Putri masih saja menajamkan pandanganya. Pendengaranya pun kini begitu fokus. Dia seperti yakin akan bisa menemukan anak-anak tuti. Langkahnya yang sedari tadi mengendap kini semakin cepat menuju sebuah lapak penjualan makanan khas Lamongan. Suara-suara lirih namun terdengar tak asing membuat dia berlari. Putri menyibak penutup lapak. Dia melihat gerombolan anak-anak kucing sedang tidur. Ada 5 ekor anak kucing yang tidur melingkar dan saling mendekatkan tubuhnya satu sama lain. Mereka nampak kumal, kurus dan kedinginan.
Mata Putri berkaca-kaca lagi. Dia yakin 3 ekor diantara gerombolan anak-anak kucing adalah keturunan tuti.
Putri memangil Emaknya. Memboyong kelima anak kucing itu ke rumah.
Putri dan Emaknya disambut dengan minunan teh hangat oleh kakak Putri. Segelas susu sapi cair juga dihidangkan untuk anak-anak tuti dan teman²nya oleh Putra sebegai penebus kesalahnya.
Kini rumah Putri kembali rame dengan kucing-kucing imutnya. Putri berjanji akan merawat mereka dengan baik.


nb: berdasarkan kisah nyata dari seorang adik teman kerjaku

No comments: