Wednesday, January 09, 2008

Mukhoyam ( Bagian IV, Survival )

bismillahirrahmanirrahim

Semakin hari, mukhoyam Sapu Jaga ini menuntut kesabaran dan kreatifitas. Seperti hal nya ketika peserta tak mendapatkan jatah makan dari panitia. Hari-hari pertama, panitia selalu memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk rehat menikmati makan baik pagi, siang ataupun malam.
Bahkan di hari pertama, panitia berbaik hati menyediakan sarapan pagi berupa nasi putih+ gulai ayam, wuih ni'mati banget, meski nasinya sangat sedikit tanpa lauk lain....

Kali ini peserta yang berjumlah 20 kelompok diberikan masing² seekor ayam hidup. Ayam ini di lepas di belantara tempat kami berkemah. Setelah mengejar kesana-kemari, akhirnya para peserta tiap-tiap kelompok memperoleh ayam yang masih hidup, beberapa malah memperoleh lebih dari satu ekor sehingga kelompok kami cukup dengan mengambil hasil tangkapan kelompok lain yang lebih.
Lumayan, hemat tenaga.
Tadinya kami panik, khawatir tidak mendapatkan jatah ayam.

Panitia memberikan kebebasan kita untuk menikmati ayam itu, matang atau pun mentah.
Mereka hanya memberikan kecap sachet dalam ukuran yang sangat kecil. Alhamdulillah.
Untuk menu tambahan, panitia menyuruh kami mencari satu hewan dan 2 jenis tanaman.

Kelompok kami dan juga para peserta lain sigap berlarian menuju ladang dan sawah yang berada tepat di bawah belantara yang kami diami selama 3 hari.
Include me pun berlari kencang menuju kesana. Dalam benak, tak mau kalau kelompok kami harus kelaparan lantaran tidak mendapatkan tambahan menu.

Tiba di areal ladang, mata ini segera menebar pandangan, kalau-kalau ada hewan yang bisa ditangkap. Sepanjang waktu mengamati, tak ada hewan besar yang dapat ditangkap. Kalaupun ada binatang itu hanyalah capung, belalang, kupu-kupu, semut, dan binatang kecil lainya.

Ketika asyik berburu, tiba-tiba beberapa orang dari kelompok lain berlarian mengejar sesuatu. Ternyata mereka berlarian mengejar belalang, tak banyak berpikir kami pun melakukan hal sama, menangkap belalang. 18 ekor tertangkap. Memasukannya ke dalam plastik kecil yang kami bawa. Kami juga memetik beberapa daun muda seperti talas, tanaman jambu, daun wortel, dan buah tomat dengan ijin terlebih dahulu ke pemiliknya.

Kami segera kembali melaporkan hasil buruan kepada panitia. Menyebutkan nama dan asalnya. Kami diharuskan memakan semua hasil buruan. Wah......

Oh yah, ayam yang telah kami tangkap sekarang sudah bersih dari bulu² dan kotorannya. Salah satu teman kami membawa pisau tajam yang memang disiapkan dari rumah untuk keperluan mukhoyam. Berguna dong.

Tak disangka beberapa anggota kelompok kami, juga membawa korek apik, garam, sambal kecap, dan saus cabe. Subkhanallah. Kayaknya mereka telah berpengalaman survival.

Ayam kemudian di bakar 20 menit, bagian luar terlihat telah matang. Aroma sedap dari daging ayam yang terpanggang memenuhi sekitar tempat pembakaran. Asap mengepul ke atas, menghilang disapu angin.

Kami berkumpul di sebuah tanah berumput yang agak datar. Ayam bakar, 18 ekor belalang, dan daun-daun muda ditempatkan di tengah-tengah kami yang duduk melingkar.

Sementara itu, seorang panitia menghampiri kami. Dia bertugas mengawasi dan menilai hasil olahan kami. Dan yang lebih penting bagaimana cara kami menghabiskan semua menu di atas secara syar'i.

Mula-mula saya tertawa senang. Senang karena hari itu kami tetap makan, yah makan ayam bakar dan segala menu pelengkap lainnya. Mendadak wajah ini pucat, badan gemetar dan mata hampir berkaca-kaca ketika panitia menyuruh setiap peserta memakan satu ekor atau lebih belalang yang sudah ditangkap sebelum merasakan kelezatan ayam bakar.

Sungguh ini adalah keadaan yang sangat sulit bagi saya. Sejak dahulu saya belum pernah makan belalang. Jangankan belalang, udang goreng saja saya harus merem-merem karena menyamakan seperti belalang. Apalagi ini belalang beneran, masih hidup, loncat-loncat dan berwarna coklat. ASLI SERAM.

Perjuangan Menyantap Belalang

Semua teman-teman memberikan support agar saya bisa memakan belalang yang kini sudah berada di antara apitan jari telunjuk dan ibu jari. Saya perhatikan bentuk tubuh belalang ini, tetap seram dan seram. Panitia yang dari tadi standBy menyuruh saya segera memakan dan mengunyahnya. Teman-teman simpati, memberikan air teh manis dan air putih kepada saya.

" Ayo akh, masukan dan langsung kunyah biar tidak loncat-loncat di dalam mulut " salah satu teman saya berseru.

Dengan mengucapkan basmalah, saya pencet belalang "lezat" ini. Memasukannya ke dalam mulut dan segera menelannya. Saya tak sanggup mengunyahnya. Sungguh tak sanggup.

Santap Ayam Bakar

Sekarang giliran kami menikmati ayam bakar. Ayam yang dibakar denga kayu-kayu pinus, daun pinus dan sedikit kertas koran bekas sajadah sholat cukup lezat. Kami begitu meni;matinya. Mungkin karena sejak pagi kami tak mendapatkan sarapan dan makan. Bagian dalam ayam bakar itu terlihat masih merah tanda proses pembakaran tidak sempurna. Mentah, bahkan beberapa bagain kecil lain ada darah. Tetap lezat.

No comments: