Saturday, May 05, 2007

Istriku Seorang Bidan

bismillahirrahmanirrahim

Subkhanallah, Alloh menganugerahkan seorang istri yang (insya Alloh) sholekha. Amin.

Sungguh Alloh, Maha Pengatur Jodoh.

Ketika niat untuk menikah tertanam kuat dalam hati, Afoe segera berkomunikasi dengan murobi. Bahkan dalam sebuah pertemuan pekanan (liqo) pernah menjadikan taujih seputar munakahat sebagai bahasan utama, dari awal hingga akhir pertemuan. Wah, puas sekali waktu itu, seakan seorang musafir haus menemukan mata air jerni dan meminumnya. Alhamdulillah.

Proses taaruf berjalan lancar, tentu karena peran Alloh yang sangat besar.

Pertemuan pertama dengan calon istri terjadi sekitar 4 minggu setelah murobi (pembimbing) memberikan bioadata calon istri.

Tertera disana, nama yang memang tidak begitu asing. Nanik Astriyani.
Nama ini pernah beberapa kali masuk dalam tim outbond yang merupakan salah satu divisi dari sebuah organisasi yang didalamnya Afoe menjadi sekretarisnya.

Mulanya memang tak sreg sama sekali, karena ada kriteria yang tidak dimiliki oleh akhwat ini. Namun setelah Alloh berikan petunjuk, Afoe yakin diri bahwa Insya alloh akhwat yang 6 bulan lebih muda ini mampu dan mau menjadi ibu yang sholeha bagi anak-anak. Penerimaan ini juga atas taujih dan arahan dari murobi dan ustad lainnya.

Kembali kepada biodata sang istri.
Ada sebuah aktivitas yang cukup asing di telinga Afoe. Bidan. Bidan?
Berarti akhwat ini setiap saat bertugas membantu persalinan seorang ibu yang akan melahirkan? Atau tugasnya apa sih?

Semangat pun semakin menggelora, mendengarkan betapa mulia tugas² seorang bidan.
Seolah tak ingin salah, afoe sampaikan pada Yang Memilikinya, Alloh Azza wajala.

“Kalau dia jodohku, maka mudahkan dan berkahilah pernikahan kami”.

Akhir dari taaruf itu, diputuskan untuk dilakukan silaturahim ke rumah orang tua si Akhwat. Tak tanggung-tanggung dan (tak tahu malu) karena semangatnya, pertemuan itu juga dijadikan ajang khitbat penentuan hari pernikahan.

Ikhwah fillah.

Benar bahwa jeda antara khitbat dan pernikahan memang tak boleh lama, tapi ini tidak berlaku bagi pernikahan pertama ini.

Afoe harus menunggu hingga 60 hari lebih. Alhamdulilah, ternyata Alloh berikan sebuah hikmah yang sangat banyak dari penantian lama ini.

Persiapan jauh lebih matang, begitu pula dengan keluarga besar Afoe dan akhwatnya.

Dan kini, bidan itu telah menjadi istriku.

Insya alloh, dia akan menjadi penyejuk dikala dahaga.
Menjadi penunjuk dikala bingung.
Menjadi teman di kala sepi.
Menjadi inspirasi di kala berpikir.

Alloh SWT menjadi saksi ikrar kami

No comments: